Cerita-cerita, Mikir-mikir

Gimana Cara Putri Raja Memilih Suami?

Kira-kira itulah pertanyaan yang cukup sering masuk ke inbox-ku. Tadinya aku sempet heran juga ngapain pada pengen tahu tentang itu? Ternyata diantara followers cukup banyak yang sedang dalam tahap mencari jodoh atau dikejar-kejar orangtua untuk segera menikah, ada juga yang sekedar kepo 😪. Tapi setelah dipikir-pikir, namanya nyari jodoh kurang lebih mirip-mirip lah namanya perempuan

Pas dulu masih muda (ciee), aku selalu beranggapan bahwa “Putri raja itu tidak ada bedanya dengan orang kebanyakan”, berteman tidak memandang siapa dari mana. Tapi setelah dewasa, mulai bisa menerima bahwa mau digimanain juga memang keluargaku bukan keluarga biasa. Adalah tanggung jawabku memilih pasangan yang bisa turut support Kraton.

1. Integritas

Salah satu faktor yang paling utama adalah si dia harus bisa menjaga integritasnya. Keluarga Kraton di Jogja seringkali diperlakukan spesial, mau dibungkus apapun, itulah kenyataannya. Kami berlima dididik Bapak Ibu dari kecil untuk tahu batas sehingga tidak memanfaatkan kedudukan. Orang-orang yang nawarin proyek-proyek itu berlimpah karena mereka berharap dapat memanfaatkan nama Kraton demi kelancaran proyeknya.

Si dia akan berganti nama menjadi seorang pangeran dengan kedudukan tinggi di Kraton, disinilah integritas itu berperan penting. Dia harus punya etika dan integritas yang tinggi, untuk tahu batasan menggunakan nama dan kekuasaan barunya.

2. Percaya Diri

Si dia juga harus punya percaya diri yang tinggi untuk bisa tahan banting di keluargaku. Aku sendiri memandang kita berdua akan berdiri sama tinggi, bukan dia di depanku, ataupun dia dibelakangku. Tapi pandangan orang dan struktur Kraton tidak seperti itu.

Contoh: orang akan banyak melihat Mas Notonegoro itu “Suami dari GKR Hayu”, bukan “GKR Hayu istrinya Mas Notonegoro”. Begitu juga undangan-undangan resmi akan berbunyi “GKR Hayu dan keluarga” bukan “KPH Notonegoro dan keluarga”. Setelah berganti nama pun, akan banyak prestasinya dicibir orang “Ya iyalah kan dia orang Kraton/mantu Sultan”

Banyaklah aku ketemu dengan cowok-cowok yang model “Perempuan itu dibawah suami” dan model begitu nggak laku deh untukku. Percaya diri itu penting sehingga apapun persepsi orang, dia tidak goyah atau  malah sibuk mencari pijakan identitas “Pemimpin keluarga”. Yang penting kan kerjasama sebagai suami-istri saling support satu sama lain dan saling mengisi kekurangan, bukan pencitraan diluar.

3. Mandiri

Menjadi bagian keluarga Kraton itu berarti banyak orang meladeni, baik itu pembantu rumah tangga, ataupun di luar rumah. Bapak dan Ibu mengirim kami berlima keluar negeri demi menanamkan kemandirian yang tidak mungkin tercapai kalau kita hanya di Jogja saja.

Maka dari itu, jangan sampai aku punya suami yang bisanya hanya suruhan, dikit-dikit panggil istrinya untuk urusan-urusan remeh. Kedepannya kita berdua bakal sibuk, kita berdua harus sama-sama dan bagi tugas ngurus rumah tangga. Aku tidak akan bisa menjadi istri yang “Hanya mengurusi dan meladeni suami”, jadi aku harus dapat yang bisa mengerti dan respek akan tersitanya waktu ku diluar dia.

Dia juga harus bisa bekerja dan bukan tipe boss yang cuma bisa suruh-suruh. Namanya rejeki hanya bisa dicapai oleh kerja, kalau tipe males atau suruh-suruh nanti yang ada cuma nyari jalan pintas untuk nyari duit *amit-amit*

Kurang lebih itulah kriteria yang tidak bisa ditawar untuk aku dalam memilih pasangan. Namanya manusia kan tidak ada yang sempurna, jadi tidak mungkin juga nemu orang yang bisa memenuhi semua kriteria kita. Jadi yang lain masih bisa nego kecuali 3 diatas lah

Kalian punya pertimbangan apa dalam memilih pasangan?

1 Comment

  1. Nambahi ya Gusti: Punya hobi dan minat yang cocok. At least, becandaan kita harus nyambung xD

    Aku lihat itu juga di Gusti Hayu dan Mas Notonegoro. Seneng liatnya 😀

Comments are closed.