Anggota keluarga dalam satu rumah biasanya punya prinsip dan cara pandang yang mirip dan beda, tapi satu hal yang semua anggota keluarga ku hobi banget… Makan enak!

Makan siang di hari Minggu
Apa sih tradisi keluargaku?
Sepanjang ingatanku, Bapak Ibu itu selalu sibuk. Mereka sudah lewat dari 60, tapi masih aja sibuk karena mereka nggak kenal yang namanya pensiun. Cukup sering aku nggak ketemu Bapak selama 3 hari meskipun tinggal di rumah yang sama, Ibu juga kerja di Jakarta beberapa tahun terakhir dan hanya pulang ke Jogja di weekend. Ditambah lagi aku dan kakak-adik udah pada nikah semua, jadi semakin jarang ngumpul ketemu.
Meski begitu, ada satu hal yang tetep konstan dari kecil sampai sekarang, malem Minggu itu malam makan keluarga. Pas masih sekolah di Jogja, Sabtu sih masih hari kerja. Jadi acara makan keluarga jatuh pada malem Minggu dan nggak ada cerita aku nggak ikut. Malam Mingguan juga ga ada cerita hahaha.
Setelah udah pada gede-gede nih, tradisi keluarga udah rada berubah tapi tetep aja berinti pada jajan makanan. Makan malem bersama di hari kerja jadi lebih sering sekarang, masuk ke ruang makan jam 7.30 dan baru keluar sekitar jam 10-11. Bukan lama makannya, itu paling cuma 45 menit, sisanya sih kita ngobrol. Karena nggak ada TV di ruang makan, perhatian kita fokus dan tidak terbagi. Biasanya ngobrolnya panjang dan ngakak setengah mati, jadi pas udah keluar seringnya udah laper lagi. Kalau udah begitu tuh, begitu keluar dari ruang makan langsung liat-liatan satu sama lain dan pasti ada yang nanya “Jadi…. makan malam kedua… Mie Djowo??? Gudeg???”
Kalau kita nggak banyak ketemu di hari kerja, dinner di malem Minggu biasanya dilanjut dengan jajan pagi di hari Minggu. Dan kalau malem Minggu enggak ketemuan sama sekali, Minggu bakalan jadi jajan marathon. Dari sarapan, makan siang dan dessert! Salah satu kombo favorite adalah sarapan Soto Sawah, makan siang di Mang Engking dan dilanjut gelato di Artemy.

Kenapa ini penting?
I’m going to steal some points from Art of Manliness article here, “Provide a source of identity”, “Teach values”, “Strengthen family bond” dan “Connect generations” adalah kenapa tradisi keluarga ini penting. Seringnya ngumpul makan bareng ini, kakak-adik yang sudah hidup kepisah-pisah ini bakal ke rumah, jadi bisa update kabar terbaru. Dan juga kita para cewek-cewek adalah Penghageng di Kraton (semacem kepala divisi), jadi kita sering ngobrolin apa yang terjadi di dalam Kraton dan sekalian kasih update ke Bapak.
Salah satu favorite ku adalah ketika Bapak cerita-cerita masa kecilnya. Bandel nan jail, percaya atau tidak, jadi banyak banget cerita lucu. Meski beliau adalah putra tertua, beliau hidup terpisah dari orangtuanya dan harus nyari duit jajan sendiri sejak kecil. Karena itu beliau tumbuh independen dan pinter masak.
Momen favorite lainnya adalah Bapak masak hot pot Jepang, yang sisa kuahnya dibikin bubur pake telor (nyam nyam). Lewat momen obrolan di saat makan malam ini aku sangat menghormati perspective Bapak tentang hidup, dan apa yang beliau inginkan dari anak-anaknya
Pengetahuan Bapak soal budaya Jawa dan para leluhur juga amazing. Jadi momen makan bersama itu dipenuhi dengan cerita-cerita masa lalu dan sejarah, sehingga memberi konteks tentang keberadaan keluarga ku, apa yang kita harus perjuangkan.
Bukan hanya Bapak, masih keinget diteriakkin Eyang Putri dari Ibu gara-gara aku siul-siul di meja makan. “Gadis baik-baik itu nggak boleh begitu!” atau momen ketika Ibu mengingatkan makan itu nggak boleh bunyi, telen dulu itu makanan sebelum ngomong dan yang paling penting sendok nggak boleh kena gigi pas nyuap makanan (biar nggak berisik kalo makan)
Sekarang aku punya keluarga sendiri, kadang suka kangen juga. Bojoku sukanya makan di depan TV, jadi mungkin harus penyesuaian. Kompromi dengan janjian satu hari khusus dimana kita makan di meja makan kali ya?
Apparently, there is no such tradition in my family. Everybody sees eating activity in very practical way. My brothers usually eat in front of the TV, my father like to eat whenever he feels hungry, and my Mom is always be the last person finishing the meals after everybody finished eating. I like the idea when dining is not only for eating but also sharing information, transfering values/identities and connecting the generation. In fact, family meals time, in many ordinary families is still a luxurious. Many still see that this is about to prepare a full set of menu, and they cannot afford it. However, I like the setting in “Serial Anak-Anak Mamak” written by Tereliye when a very modest family in the very rural South Sumatera always has dinner together after doing (Maghrib) prayer. So, i think it’s about the way to make a habitual activities in the family. If it is too exaggerated to express, it depends on the culture. I wish I could make it too one day, Mbak 🙂
My husband is also very practical towards food and meals 🙂 That’s why it’s important for us to put effort on it if we want to make it a tradition, I guess. In my family, even when I was not hungry, I would go sit in the dining room together anyhow. It’s about the “makan nggak makan asal kumpul” 😀
I too, really hope you can build one someday 🙂
Hallo Mba Hayu, I love the things how you wrap all of the Javanese tradition and the family bonding around eating meal together.
In my family during the meal time, we never sit together around the dining table because we find that family room is much more comfortable. We usually share everything from A to Z, both serious and joke, and that was amazing. As Javanese, having experience about ‘tata krama’ while eating has been deeply rooted in my life. Remembering the past when I was at Jogja, my Mom always mad if I made noisy sound while chewing/ eating. She said “Ora Ilok”. Hehehe… , that tradition and all values were brought up to now although I have moved out from Jogja. Sometimes I feel empty when eating alone because I miss the family time during eating time.
I haven’t married yet, but I’m sure that in the future I also want create family bonding during meal time 😀
Great sharing mba Hayu 🙂
Thank you for the comment 🙂 glad you like it
Kerangnya menggoda iman banget mba 😄😄 jadi ngiler keinget kerang lembur kuring di kotabaru *ngences.com
#salahfokus 😄😄😁
Tapi memang si mba makin kesini makin susah buat duduk bersama tanpa gangguan terutama smartphone
Nah itu, smartphone mendekatkan yg jauh tp menjauhkan yg dekat 😅
Hello mbak,
baru berkunjung ke blog ini. Salam kenal. Your blog is so touchful!